Rabu, 10 Oktober 2012

Akhirnya Hujan Turun




Akhirnya hujan turun
Membasahi tanah yang sudah lama kekeringan
Semerbak wangi tanah membawa ketenangan

Hujan berhenti sesaat
Mengundang pelangi yang muncul malu-malu
Burung pun kembali berkicau gaduh

Lalu hujan pun turun lagi menjadi deras
Sekelopak bunga yang sudah mekar akhirnya jatuh
Luruh bersama aliran air yang mengalir




@taufik_hate
Saat hujan turun deras di Jambi, Oktober 2012

Selasa, 31 Juli 2012

Jakarta Harus Berubah



Jakarta adalah magnit Indonesia dalam bentuknya yang menarik. Adalah hal yang lumrah bila banyak orang berbondong-bondong datang untuk mendekat. Mendekat karena merasa tertarik oleh apa yang ada di dalamnya.

Jakarta adalah kunang-kunang yang berkelap-kelip di malam hari. Adalah hal yang wajar jika banyak orang tertarik untuk mendekatinya. Kalaupun mereka tidak ikut bersinar seperti kunang-kunang, minimal mereka akan tercahayai oleh sinarnya.

Membincang Jakarta dewasa ini seperti berdebat tentang suatu masalah yang tak ada ujungnya. Begitu pelik. Terlalu kompleks. Kalau tidak hati-hati yang ada kita hanya akan berdebat kusir. Butuh kepala dingin dan semangat solusi untuk mengurai benang kusut sebuah kota bernama Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Ibu kota sebuah negara besar bernama Indonesia.

Tahun 2012 adalah tahunnya politica wave (gelombang politik), juga tahun yang spesial buat Jakarta. Karena di tahun ini pagelaran lima tahunan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta adalah sesuatu yang seksi untuk dibicarakan dan diikuti. Dengan pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta pada hari Kamis tanggal 19 Juli 2012 yang menyatakan bahwa perolehan suara dari 6 peserta Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur tidak ada yang mencapai 50%, dimana menurut Peraturan Pemilihan Kepala Daerah, yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Kepala Daerah Pasal 107 Ayat (1) yang menyatakan "Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih".

Dikarenakan tidak adanya salah satu calon yang berhasil menembus angka 50% dari suara sah, juga terdapat dua pasang calon yang jumlah perolehan suaranya di atas 30%, maka dengan demikian Pilkada DKI Jakarta harus dilaksanakan dua putaran.

Di putaran kedua nanti akan mempertemukan calon gubernur incumbent Fauzi Bowo dengan pasangan barunya Nachrowi Ramli (Foke – Nara) dan calon gubernur baru yakni Walikota Solo, Joko Widodo yang berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi – Basuki).

Dengan perolehan suara yang tidak terlampau jauh di putaran pertama, banyak yang memprediksi putaran kedua akan berlangsung sengit, tapi tidak sedikit juga yang mengira bahwa salah satu calon akan menang telak. Golongan Putih (GolPut) pun diperkirakan akan semakin berkurang mengingat Pilkada ini akan jauh lebih seru dibandingkan tahun 2007 lalu yang hanya diikuti dua pasang calon. Kita tunggu saja apa yang akan terjadi di 20 September 2012 nanti. Tanggal resmi putaran kedua pilkada DKI Jakarta yang sudah dirilis KPUD DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

***

Pilkada identik dengan kampanye. Sesuatu yang mungkin tak akan dapat dipisahkan satu dengan lainnya, mengingat dalam kampanye lah pasangan calon dapat memperkenalkan dirinya lebih baik ke calon pemilih, dengan lebih personal. Entah lewat iklan di televisi atau bertatap langsung face to face.

Namun seiring dengan semakin majunya teknologi informasi, para calon Gubernur dan tim suksesnya pun telah sigap dengan berkampanye lewat dunia maya. Pemanfaatan media sosial semacam website, blog dan jejaring sosial dirasa semakin penting mengingat Indonesia masuk dalam dua puluh besar pengguna internet di seantero dunia. Yang sederhananya, kalau tulisan seseorang dimuat pada media sosial seperti website dan blog kemungkinan besar akan dibaca oleh orang lain, apalagi jika anda menampilkannya pada media-media sosial mainstream semisal tempo dan politicawave.

Saya amat tertarik dengan boomingnya jejaring sosial empat-lima tahun belakangan ini. Masyarakat Indonesia semakin melek terhadap hal-hal yang berbau politik, di mana sama kita ketahui bahwa beberapa dekade yang lalu perbincangan politik hanya terjadi di tataran kampus dan cendikiawan saja.

Politik kini jadi obrolan ringan yang bisa dilakukan di mana saja; di warung kopi, bus kota bahkan tanpa bertatap muka, seperti di jejaring sosial yang semakin menjamur bak cawan di musim hujan. Orang jadi tidak tabu membicarakan politik karena sekarang akses untuk tahu banyak tentang hal itu seolah sempurna disajikan di dunia maya.

Anak muda sebagai pemilih aktif pun jadi bisa menggali informasi mengenai calon-calonnya lewat berbagai track record yang ditampilkan di media tersebut. Sehingga angka GolPut yang nota bene sering dikait-kaitkan dengan anak muda dan golongan menengah ke atas mungkin bisa sedikit ditekan.

***

Kita mafhum bahwa Jakarta adalah tempat di mana banyak sekali orang berkumpul dan beraktifitas. Yang efeknya adalah ketidakmampuan Jakarta itu sendiri untuk menampung beban sosial dari aktifitas masyarakatnya. Jalan-jalan macet luar biasa, tidak sebanding antara pertumbuhan kendaraan dengan pertambahan lebar jalan, seperti berita ini . Pengangguran di mana-mana karena penawaran tenaga kerja tidak sebanding dengan permintaan yang ada. Lingkungan semakin jenuh; panas, berdebu dan kotor. Juga banjir, seperti berita ini .

Saya adalah bagian dari para blogger, yang mungkin mewakili banyak warga Jakarta dan sekitarnya yang sangat berharap bahwa pemimpin Jakarta masa depan adalah mereka yang aware dengan lingkungannya. Tak perlu muluk-muluk dengan banyaknya program. Cukup beberapa program yang memuat masalah utama tapi fokus dan selesai, dibanding program yang melimpah ruah tapi jauh dari garis finish.

Gubernur masa depan Jakarta adalah ia yang tak perlu repot dengan protokoler yang kadang malah sering menghambat interaksi dengan masyarakatnya. Gubernur yang mau turun ke bawah, duduk di warung kopi, mengobrol apa saja dengan masyarakat. Mendengarkan keluhan-keluhan mereka soal kebutuhan ekonomi, soal pendidikan anaknya yang putus sekolah atau soal kesehatan yang sering tak diperhatikan.

Karena masyarakat butuh didengar secara langsung tanpa perantara dan berharap agar masalahnya bisa langsung dieksekusi oleh Sang Gubernur menjadi solusi konkrit.


Jakarta Harus Berubah



Sebagai ibu kota yang gemerlap dan menarik, Jakarta ternyata banyak menyimpan kekhawatiran soal keamanan dan kenyamanan. Munculnya kekerasan-kekerasan di depan mata kita, membuat ketidaknyamanan tersendiri bagi keberlangsungan keamanan dan kenyamanan hidup di Jakarta.

Oleh karena itu ketegasan dalam bersikap seorang pemimpin dibutuhkan dalam menjadikan Jakarta sebagai sebuah kota yang nyaman untuk ditinggali. Tanpa tedeng alih-alih, walaupun solusi pendekatan sosial juga diperlukan. Penengah yang bijaksana. Juga pendengar yang baik. Win win solution lah.

Pemimpin masa depan Jakarta adalah ia yang dapat menghimpun semua energi dan potensi yang terserak dari elemen-elemen masyarakat menjadi lebih positif. Lebih bermanfaat buat lingkungannya.

***

Akan menjadi sebuah niscaya jika Jakarta akan menjadi kota yang nyaman dan sejahtera mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kita adalah yang terbesar di Indonesia, 33,87 triliun untuk tahun anggaran 2012. Sebuah angka yang fantastis.

Kita bisa bangun apa saja yang bermanfaat bagi masyarakat; sekolah, rumah sakit, pasar, perpustakaan, jalan dan banyak lagi fasilitas yang akan membuat Jakarta menjadi kota ideal dan bersahabat bagi warganya.

Sehingga tak ada lagi cerita anak yang bergelandangan di jalan karena tidak sekolah. Atau rumah sakit yang menolak pasiennya karena beragam alasan yang kadang tak masuk akal. Pasar yang kumuh dan becek. Juga fasilitas publik yang tak berfungsi karena rusak dan dibiarkan terbengkalai.

Semua itu bisa terwujud asal pemimpin dan juga rakyatnya mau berubah. Ayo ahh berubah. Untuk Jakarta yang lebih nyaman, buat elo dan gue. Buat masa depan kite semua.




@taufik_hate
Juli 2012

Selasa, 24 Juli 2012

Menikah Muda Adalah Pilihan




Menikah muda adalah pilihan, begitu pun menikah di usia lanjut.

Menikah adalah sebuah keniscayaan dalam dunia ini. Entah dipahami sebagai keumumannya, di mana ia adalah sesuatu yang jamak dilakukan banyak orang. Atau dipahami kekhususannya, yaitu menjalankan perintah Tuhan dan sunnah RasulNya.

Adalah benar menikah itu menentramkan jiwa sebagaimana sabdaNya di kitab suci Al-Quran. Memperkuatkan visi. Menajamkan tujuan hidup. Mengajarkan lebih bertanggungjawab.

Membujang pun tak selalu salah. Karena ia pun pilihan yang harus dihargai. Mungkin masih ada tujuan yang hendak dicapai, sehingga menikah adalah pillihan kesekian. Atau mungkin bekal yang belum cukup dalam banyak hal.

Ada rasa senang yang meletup-letup ketika saya mendengar satu per satu teman saya mengabarkan kabar baik itu. Senang, karena setidaknya, salah satu tujuan besar dalam hidupnya tercapai. Senang, karena Allah, Sang Nabi dan penduduk langit dan bumi pun turut senang.

Semoga Allah mudahkan mereka yang masih memendam rindu untuk bersanding dengan kekasih dunia-akhiratnya, walaupun mungkin belum terlihat jelas siapa yang dirindu.

Semoga Allah genapkan kebaikan pernikahan bagi mereka yang sudah punya teman dekat, namun masih ragu untuk melangkah ke depan.

Semoga Allah memberkahi mereka—para pemuda-pemudi–, yang menyegerakan menikah, untuk menjalankan perintah Tuhannya, mengikuti Nabinya, menjaga agama dan kehormatannya..

Aamiin..

Berbahagialah mereka yang Allah permudah untuk menikah di usia muda
Semoga Allah limpahkan keberkahan yang banyak
Dan semoga Allah juga mudahkan mereka yang masih terus berprasangka baik
Menanti hadiah itu dariNya
Dengan tetap menjaga ketaatan dan ikhtiar baiknya
Karena dalam sisinya yang lain, hidup kadang tak bisa dilogikakan
Kita cukup berusaha dan percaya saja




@taufik_hate
Juli 2012

Jumat, 15 Juni 2012

Fanatik, Tapi Gak Buta




Terlepas dari kesukaan yang sangat pada sepak bola yang membuat saya bisa jadi subjektif, harus diakui bahwa sepak bola merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Bila diibaratkan kebutuhan hidup, gak berlebihan kiranya kalau sepak bola adalah pelengkap dari kebutuhan hidup kita. Jadi kebutuhan hidup di Indonesia itu ternyata bukan terdiri dari 3 macam kawan, melainkan 4 macam, yaitu; sandang, pangan, papan dan sepak bola. Hehe..

Mulai dari anak-anak sampai kakek-kakek menyukai sepak bola. Mulai dari warung kopi sampai restoran junk food berlomba-lomba menyetel siaran sepak bola di laga-laga krusialnya, semisal semi final dan final. Jangan tanya soal gender, wanita sekarang tak lagi asing dengan sepak bola. Selain karena olahraga ini “cowok banget” yang membuatnya terlihat berbeda untuk kaum hawa, tidak sedikit dari para pelakunya (pemain sepak bola, -red) yang berwajah rupawan. Makanya gak jarang ketika kita menyaksikan suatu pertandingan di televisi, wajah-wajah nona manis ini sering menjadi bidikan para cameraman.

+++

Filosofi sepak bola amat sederhana; mainkan, menang lalu bergembira bersama. Saya termasuk yang agak lama menyukai sepak bola untuk orang seusia saya. Tahun 1994 ketika usia saya masih 8 tahun, event Piala Dunia digelar di Amerika Serikat, saya sudah nonton lewat televisi di rumah. Saya ingat ketika pertandingan final yang mempertemukan Brasil dan Italia harus diakhiri lewat adu penalti setelah waktu 120 menit skor berakhir imbang 0-0. Brasil akhirnya berhasil menang 3-2 dan menyabet gelar ke-4-nya kala itu setelah tendangan penalti Roberto Baggio melayang di atas mistar gawang Claudio Taffarel.

Dan Euro menggenapi tahun 2012 dengan warna-warni. Saya jamin rela deh mereka yang suka sepak bola begadang demi melihat tim favoritnya. Bahkan bukan untuk tim favoritnya sekalipun. Masyarakat Indonesia adalah kumpulan manusia yang butuh hiburan. Dan Euro 2012 bisa dipastikan akan meramaikan hati-hati sepi masyarakat Indonesia. Kenapa?

Masyarakat di negeri ini terlalu sesak oleh aktifitas sehari-hari; jalan macet, kerjaan menumpuk, lingkungan yang rese, biaya hidup yang kian meninggi dan banyak lagi problematika hidup yang kian hari kian mencekam kita untuk bisa hidup secara wajar. Maka bisa jadi menonton sepak bola adalah obat penghibur (selain berbadah kepada Tuhan tentunya) untuk mengeliminir kesesakan yang kita rasakan tadi.

+++




Dulu, saya termasuk yang tidak percaya orang bisa fanatik sama sepak bola. Tapi setelah melihat langsung, pemahaman saya berubah. Waktu itu saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, saudara saya menangis melihat tim kesayangannya kalah dalam suatu laga final. Haha, lucu juga memang. Seorang lelaki bisa menangis soal sepak bola, saya kira hanya bisa menangisi wanitanya saja. Hehe.

Terlepas dari setuju atau tidaknya anda dengan argumen-argumen saya, tapi itulah sepak bola. Yang bisa jadi alat pemersatu bangsa di saat masa krisis seperti sekarang. Coba tengok Piala AFF tahun 2010. Mayoritas Masyarakat Indonesia melek tuh soal sepak bola. Saya juga jadi percaya bahwa sepak bola banyak mengajarkan kita soal fair play.

Ini yang saya paling salut. Fair play menundukkan ego kita ketika kalah dalam bertanding dan berbesar hati untuk bersalaman dengan lawan di akhir pertandingan.

+++

Sepak bola bisa jadi fanatik buta buat beberapa orang. Sehingga malah menjadikannya tidak fair play, sebuah nilai yang diagungkan dalam sepak bola. Dengan tidak menerima kekalahan misalnya atau bermain kasar. Yang paling sedih sih vandalisme yang berlebihan dari para supporter. Buntutnya gak akan jauh-jauh dari kerusuhan dan aksi pengrusakan.

Menurut saya fanatik sih boleh saja, asal jangan buta deh.



@taufik_hate
Juni 2012




Minggu, 20 Mei 2012

Tangkap Makna Bukan Bahasanya!




Di tengah alam demokrasi Indonesia yang semakin bebas, tak jarang dalam keseharian kita melihat orang-orang tampil berani dan mengekspresikan diri dengan begitu percaya diri. Ketika melihat televisi, entah kenapa saya sering menggelengkan kepala saat menyaksikan acara debat yang menurut saya lebih banyak adu mulutnya daripada menemukan titik solusi. Di dunia maya kening saya berkerut melihat status dan komentar beberapa orang yang menurut saya, “Gak harus gitu juga kali” atau “Curhat lo di jejaring sosial gak akan menyelesaikan masalah apapun kecuali malah menumbuhkan kebencian”.

+++

Saya rasa banyak dari kita umat islam yang akan tersinggung mendengar stand up comedy-nya Pandji Pragiwaksono ketika ia menyinggung tentang khatib-khatib di Indonesia yang menurutnya bisa dibagi ke dalam 2 jenis; Pertama, khatib yang suaranya lantang seakan-akan tidak sadar kalau ia memegang michrophone. Khatib jenis ini lanjut Pandji adalah tipe khatib yang suka menakut-nakuti, dengan ancaman neraka misalnya. Lalu yang kedua, khatib yang membuat suasana lucu dan ceria. Dan bahkan bisa membuat kita menangis dengan suaranya yang sendu sewaktu memanjatkan doa.

Bagi orang yang hanya menangkap bahasa semata, stand up Pandji bisa jadi terdengar seperti melecehkan khatib yang amat mulia itu, apalagi kalau kita melihat langsung video stand up-nya. Bisa-bisa kita akan men-judge Pandji sebagai muslim yang melecehkan saudaranya sendiri.

Tapi saya ingin mengajak kita semua untuk Jumatan tanpa mengantuk atau mencari sandaran tiang, hehe. Lalu mari kita dengarkan khatib kita dengan seksama, runut dari awal salam sampai sang khatib menutup khutbahnya. Kalau kita mau jujur, khatib seperti yang dibicarakan Pandji memang banyak sekali di masjid-masjid kita. Yang aksen khutbahnya tidak menarik. Yang berkhutbah seperti membacakan suatu pengumuman. Yang dalam seloroh suatu cerita yang pernah saya baca; orang yang susah tidur, insyaAllah langsung bisa pulas ketika hadir Jumatan sambil mendengarkan khutbah. Masya Allah. Ya walaupun dengan sadar saya dan beberapa dari kita pun—mungkin–ketika diminta berkhutbah jauh lebih tidak menarik dari pada khatib-khatib yang saya sebut tadi. Kita gemetaran tidak karuan dan tata bahasanya pun melompat-lompat. Ahh.

Jujur menjadi khatib adalah tugas yang mulia menurut saya. Bagaimana tidak, khatib memegang amanah yang berat, yang salah satu di antaranya adalah mewasiatkan taqwa pada jamaah yang hadir di majelis shalat Jumat. Disunahkan bersuara lantang, karena Rasulullah SAW pun bersuara lantang ketika berkhutbah, yang dalam penggambarannya, seolah-olah musuh akan datang mengajak kita berperang. Maka dengarlah komando dengan baik, jangan bercanda apalagi mengantuk!

+++

Kita memang tak harus setuju dengan Pandji dan cara penyampaiannya. Ya walaupun saya tidak menafikkan ia adalah orang yang baik dan mempunyai misi yang banyak mendatangkan manfaat buat orang lain. Setidaknya itu yang saya tangkap ketika membaca bukunya Nasional.is.me.

Dan harus diakui pula bahwa semakin negara kita berdemokrasi semakin sensi pula masyarakat kita menerima—katakanlah–ekses dari demokrasi itu sendiri, semisal saran, kritikan bahkan hujatan sekalipun.

Lewat tulisan ini saya hanya ingin berbagi tentang banyak pengalaman sensi saya terhadap orang lain, yang sering membuat saya jengkel. Yang akhirnya membawa saya pada suatu titik kesadaran, bahwa setiap orang ternyata mempunyai gaya bahasanya sendiri, karena mereka berasal dari suku dan budaya yang berbeda. Karena mereka tumbuh dari pengalaman dan lingkungan yang berbeda dengan kita.

Mungkin karena berbeda gaya bahasa dan penyampaian itulah yang membuat kita sekarang lebih sering menangkap bahasa daripada makna. Akibatnya kita lebih sering sakit hati daripada meraup isi dan manfaat.

Ayo ahh, jangan cepat sensi ya!



@taufik_hate
Di suatu malam minggu, Mei 2012

Sabtu, 12 Mei 2012

Cinta Bisa Juga Gila




Saya termasuk yang agak tidak percaya soal cinta buta. Tapi lewat seorang teman dekat yang saya percayai, saya jadi punya persepsi berbeda. Sebegitu dahsyatnyakah cinta membuat manusia buta di tengah terangnya dunia?

Begini ceritanya, teman saya (katakanlah bernama Margi) dan teman dari teman saya (sebutlah ia Karina). Karina sedang menjalin hubungan dengan kekasihnya (misalnya punya nama Ramon), yang kebetulan berada di luar kota Jakarta. Hubungan Karina dengan Ramon bisa dibilang tidak sehat. Mengapa tidak sehat?

Tanpa bermaksud men-judge, Karina bisa dikatakan termasuk orang yang terobsesi dengan cinta karena pengalaman cintanya yang minim, dan Ramon adalah kebalikannya, ia bisa dikategorikan orang yang oportunis dan berpetualang dengan banyak wanita, tanpa diketahui Karina. Layaknya hubungan long distance pada umumnya, hubungan mereka pun berjalan dengan memupuk rasa saling percaya. Ya, kepercayaan adalah first step sebuah hubungan untuk bisa berlanjut ke jenjang berikutnya.

Pernah sesekali Ramon berkunjung ke rumah Karina dengan tujuan agar lebih saling mengenal. Mereka pun jalan ke suatu tempat ramai. Bercengkerama dalam kisah kasih anak muda yang sedang kasmaran. Ramon pun tak segan menggenggam tangan Karina. Makan dan nonton bersama. Begitulah kisah asmara yang penuh dengan wangi bunga dalam hati dan menjelma dalam angan yang melambung tinggi akan harapan menjajaki biduk rumah tangga. Di akhir minggu Ramon pamit untuk kembali ke kota tinggalnya sekarang di sebuah kota ramai bernama Surabaya. Karina menangis sesenggukan melepas Ramon yang perlahan masuk ke terminal 2F Bandara Soekarno Hatta.

+++

Di tengah riuh redupnya hubungan long distance mereka yang masih seumuran jagung, Ramon mulai menjauh dari Karina. Telfon jadi semakin berkurang intensitasnya. Sms dan BBM darinya jarang terbalas. Ada rasa curiga dalam hatinya, ada apa sebenarnya dengan Ramon? Mengapa ia menghindar di saat cinta harus ditumbuhkan?

Karina lalu curhat kepada kawan saya Margi. Ia merasa sedih dengan kondisinya saat ini, betapa Ramon menyakiti hatinya. Margi terkejut, yang ia tahu hubungan Karina dan Ramon baik-baik saja dan menunjukkan sebuah keseriusan ketika ia mendengar Ramon beberapa kali mengunjungi rumah Karina.

Hati Karina sesak mendengar Ramon akan segera melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat. Kabar itu datang langsung dari Ramon lewat smsnya. Karina mengeluarkan air mata yang membuat pipinya basah. Hatinya pilu. Kesedihan menggelayut berkepanjangan menunggu ketidakpastian.

Blackberry Karina berbunyi tringg, message dari Ramon.
“Aku sudah punya pilihan, lupakanlah aku. Lupakanlah hubungan kita”.
Karina membalas “Ada apa Ramon? Apa yang sebenarnya terjadi”.
BBMnya tak dibalas Ramon. Margi yang menyaksikan langsung pesan itu hanya bisa memeluk Karina yang masih basah dengan air mata. Sambil berucap “Sabarlah sayang”.

+++

Di rumah Karina uring-uringan, ia tak bisa tidur malam itu. Lalu di tengah kegalauannya, Blackberrynya kembali berbunyi, ada message masuk.
“Lupakanlah aku Karina, aku sudah punya kekasih di Surabaya..”
“Akhir tahun ini kami akan menikah, dia MBA karena aku..”
“Usia kandungannya sudah menginjak 5 bulan..”
Karina hanya bias membalas dengan tangis sesenggukan “Kamu jahat Ramon..”
“Maafkan aku..” balas Ramon.

Hati Karina remuk, ia merasa dikhianati. Bagaimana tidak? Ramon, seorang yang dicintainya meninggalkannya begitu saja, ditambah berita yang sangat tidak mengenakkan hati itu.

Dunia Karina menjadi sempit. Ia jadi tak bersemangat soal hidup. Penampilan dan asupan tak diperhatikannya.

Cintanya begitu dalam dan tulus kepada Ramon. Susah untuk dihapus begitu saja. Betapa ia pernah berharap Ramon akan menjadi pendamping hidupnya kelak. Namun harapan itu kini pupus sudah. Mungkin ia salah mengenal Ramon yang tak lain adalah kawan kampusnya dulu. Ramon yang ia kenal dahulu adalah lelaki yang baik dan perhatian. Namun seiring berjalannya waktu dan perubahan status ekonomi, Ramon menjadi sosok yang berbeda.

Dalam heningnya malam ia melamun. Ia jadi sadar, ternyata cinta bukan soal seringnya bertemu. Ia adalah soal ketulusan hati dan kesejiwaan bersama. Dan ia salah menilai Ramon sebagai belahan jiwanya yang lain. Ia jadi merasa tak mengenal Ramon. Ramon begitu asing baginya saat ini.

+++

Hari ini sampai Ramon memutuskan akan segera menikah, Karina masih terombang-ambing dalam perasaan cintanya yang ia ingin kubur dalam-dalam. Sungguh ada benarnya kata Thi Pat Kay, tokoh babi jelek dalam serial Sun Gho Kong, “Beginilah cinta, deritanya tiada akhir”

Setidaknya buat seorang gadis bernama Karina. Cinta yang mengalahkan logika kesadarannya sendiri. Ya, cinta kadang menjadi tak rasional ketika sudah merasuk dalam hati. Kita tak jadi makin pintar membedakan mana yang baik dan merugikan diri dengan cinta. Cinta jadi malah membelenggu diri sendiri. Dan dalam wujudnya yang seperti itu, saya jadi percaya ternyata cinta bisa juga jadi gila.




@taufik_hate, Mei 2012
Kisah ini berdasarkan kejadian nyata, dengan sedikit bumbu dalam penceritaan tentunya, semoga tidak mengubah makna sebenarnya.

Sabtu, 05 Maret 2011

Aku Ingin




Aku ingin menjadi awan..
Yang meneduhi semesta dari terik matahari..

Aku ingin menjadi hujan..
Yang menyejukkan bumi setelah berbulan-bulan dilanda kemarau..

Aku ingin menjadi angin..
Yang membawa pesan cinta dan perdamaian lintas benua..

Aku ingin menjadi bunga..
Yang wanginya mewarnai suasana..

Aku ingin menjadi hiu..
Menyelami kedalaman lautan dunia..

Aku ingin menjadi elang..
Terbang tinggi dalam kepakan kebebasan..

Aku ingin menjadi apa saja yang aku mau..




taufik-hate
I want to fly high in the sky, to a place called heaven

Sabtu, 30 Oktober 2010

Musim Durian Telah Tiba




Entah karena kesukaan yang begitu sangat atau karena sudah waktunya. Malam itu—Jumat 29 Oktober–saya pergi sendiri ke Tugu Juang, sebuah tempat keramaian di Kota Jambi. Bukan keramaian yang saya cari, melainkan buah berduri yang wanginya semerbak itu (durian, red). Sudah mafhum di kalangan masyarakat kalau durian adalah buah yang sangat favorit karena dikenal enak rasanya. Mungkin kalau kita survei penduduk Indonesia mengenai buah apa yang mereka suka, saya yakin durianlah yang menempati posisi teratas.

Karena tidak ada teman yang mau diajak makan durian malam itu, alhasil saya—dengan berat hati *agaklebay.com–, berangkat sendirian dengan motor kesayangan. Malam itu, buat saya gak penting makan sendiri, berdua atau bertiga. Yang penting saya makan durian, hehe. Terdengar egois memang. Tapi begitulah saya. Sejak dulu sudah terbiasa jalan sendirian. Bukan. Bukan karena saya gak butuh teman. Tapi karena saya lebih suka yang simpel-simpel saja. Kalau kebetulan gak ada yang bisa diajak jalan bareng, toh sendirian juga gak ada salahnya. Walaupun gak menafikkan kehadiran teman bisa meramaikan suasana. Kalau ada yang mudah kenapa dibikin sulit pikir saya.

Sesampainya di sana, sudah berjejer beberapa pedagang yang mampu membuat para pengguna jalan untuk sejenak mengalihkan pandangan dan mencium aroma buah berduri itu. Adapun saya, sejak sore hari sepulang dari kantor, menyengaja melihat “TKP” dulu untuk memastikan musim durian benar-benar sudah hadir di kota ini. Soalnya, minggu lalu hanya ada satu-dua pedagang saja. Dan itu pun gak banyak persediaan buahnya. Tapi malam ini, seperti status Facebook salah seorang teman saya yang gak suka durian, yang menyebut durian sudah hadir di sana-sini. Tanpa banyak pilih saya pun menghampiri salah satu lapak penjual durian.

“Sieko (satu, red) berapo bang?” Tanya saya dengan logat yang sok ke-Jambi-Jambi-an.
“Mau ambil berapo bang?” Si abang balik bertanya.
“Coba buka satu dulu bang” ucap saya, “Saya makan di sini aja deh bang”
*Upss, keluar deh logat Betawi saya, hehe.

Begitu buah dibuka, aroma khas buah ini begitu menggoda, yang selanjutnya terserah anda kalau kata sebuah iklan, hehe. Alhamdulillah, nikmat sekali makan durian malam itu. Di samping saya, terlihat sepasang muda-mudi yang juga sedang menikmati sedurian berdua. Biar romantis barangkali.

Satu durian ternyata belum cukup nendang buat saya. Maka saya pun menghampiri Si abang penjual, dan memintanya membuka satu buah lagi. Memang beginilah pecinta durian. Belum puas kalau belum sampai pada kata “cukup”. Dan dua durian malam itu buat saya sudah “cukup” sebagai permulaan musim durian yang mulai semarak di kota saya ini. Yang, insyaAllah, akan ada babak kedua-ketiga dan seterusnya, hehe.

Dan lewat tulisan ini pula, saya ingin mengucapkan selamat menikmati durian bagi siapa saja yang menyukai buah ini di manapun berada. Di seluruh Indonesia. Hehe..

Salam durian. Lho!


*Sebagai visualisasinya saya tampilkan gambar dua buah durian yang telah saya kandaskan tanpa ampun, hehe..



taufik-hate
pecinta buah durian, hehe

Selasa, 26 Oktober 2010

Penilaian




Kata orang gak semua hal itu bisa dinilai. Saya bisa setuju soal ini. Tapi secara garis besar banyak hal di dunia ini yang bisa di nilai kok. Contoh yang paling dekatnya itu seperti berat badan, tinggi menara dan tentu saja uang. Termasuk berapa besar uang yang kita pinjam dari orang lain dan belum dikembalikan, hehehe..

Persolannya sekarang bukan soal menilai yang di atas-atas itu. Ada hal yang lebih seksi yang sekarang diperbincangkan banyak orang, yaitu menilai orang lain. Makanya jangan heran muncul acara-acara gosip yang makin marak saja di tahun-tahun belakangan ini. Itu tak lain dan tak bukan bahwa menilai adalah sesuatu yang penting. Walaupun kita harus sepakat bahwa menilai itu tak selalu masuk kategori gosip. Tapi gosip adalah memang menilai.

Menurut saya menilai adalah sesuatu yang sangat manusiawi dan wajar saja. Mengapa? Karena dalam kehidupan itu sendiri secara sadar atau tidak, kita sendirilah yang melakukan penilaian itu hingga melahirkan preferensi-preferensi tertentu dari sesuatu yang kita inginkan. Yang akhirnya dari penilaian itu kita memilih pilihan hidup. Untuk masa depan kita.

Kalau kita menilik lebih dalam lagi soal nilai-menilai, sepertinya tak adil bila penilaian itu melahirkan suatu justifikasi yang ujungnya adalah penghakiman. Bukan itu saya rasa tujuan dari kita menilai. Apalagi kalau konteksnya menilai secara personal.

Bukan perkara mudah menilai orang, salah-salah kita bisa salah dalam menilai. Seperti waktu kita baru berjumpa dengan orang-orang yang “sepertinya” terkesan angkuh dengan muka juteknya, ehh gak taunya friendly banget bahkan menjurus caur malah. Lagi-lagi casing seseorang belum bisa bercerita banyak tentang diri mereka yang sebenarnya.

Penilaian juga yang membuat pemerintah mempunyai hak untuk menentukan lulus atau gak-nya murid-murid dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Bahkan waktu kita kuliah pun ada sebagian teman-teman kita―termasuk kita mungkin―yang “divonis” tidak lulus satu mata kuliah tertentu oleh bapak atau ibu dosen, dan dipersilahkan untuk mendalami mata kuliah tersebut lebih lanjut. Untuk apa diulang? Yap agar kita semakin mengerti. Bahwa pelajaran itu penting untuk dipahami. Apalagi kehidupan ini, salah menilai sedikit saja, akan berakibat salah pula hasil yang diinginkan.

Terlepas dari nilai-menilai itu. Kita tahu bahwa menilai itu membutuhkan teknik tersendiri. Gak sembarangan. Tapi yang harus kita setujui adalah nilailah dirimu sendiri sebelum kamu terlalu sibuk menilai orang lain sehingga lupa bahwa banyak hal dari dirimu yang harus dinilai oleh dirimu sendiri.



taufik-hate
sebuah tulisan lama yang lupa diselesaikan, kira-kira tahun 2008

Selasa, 19 Oktober 2010

Embun





Adakah kau ingat..
Kala pagi itu kumembersamaimu..
Melewati sebuah jalan panjang..
Sepanjang cerita kita..

Adakah kau rasa..
Ketika kugenggam jemarimu..
Dan mentari pun..
Menerangi langkah kita..

Adakah hari itu kan berulang lagi..
Dalam nyata hidup..
Suatu pagi yang mengajarkan kita..
Bahwa embun pun menyejukkan hati..




taufik-hate
@ villa kenali berseri
19 Okt ‘10