Jumat, 15 Juni 2012

Fanatik, Tapi Gak Buta




Terlepas dari kesukaan yang sangat pada sepak bola yang membuat saya bisa jadi subjektif, harus diakui bahwa sepak bola merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Bila diibaratkan kebutuhan hidup, gak berlebihan kiranya kalau sepak bola adalah pelengkap dari kebutuhan hidup kita. Jadi kebutuhan hidup di Indonesia itu ternyata bukan terdiri dari 3 macam kawan, melainkan 4 macam, yaitu; sandang, pangan, papan dan sepak bola. Hehe..

Mulai dari anak-anak sampai kakek-kakek menyukai sepak bola. Mulai dari warung kopi sampai restoran junk food berlomba-lomba menyetel siaran sepak bola di laga-laga krusialnya, semisal semi final dan final. Jangan tanya soal gender, wanita sekarang tak lagi asing dengan sepak bola. Selain karena olahraga ini “cowok banget” yang membuatnya terlihat berbeda untuk kaum hawa, tidak sedikit dari para pelakunya (pemain sepak bola, -red) yang berwajah rupawan. Makanya gak jarang ketika kita menyaksikan suatu pertandingan di televisi, wajah-wajah nona manis ini sering menjadi bidikan para cameraman.

+++

Filosofi sepak bola amat sederhana; mainkan, menang lalu bergembira bersama. Saya termasuk yang agak lama menyukai sepak bola untuk orang seusia saya. Tahun 1994 ketika usia saya masih 8 tahun, event Piala Dunia digelar di Amerika Serikat, saya sudah nonton lewat televisi di rumah. Saya ingat ketika pertandingan final yang mempertemukan Brasil dan Italia harus diakhiri lewat adu penalti setelah waktu 120 menit skor berakhir imbang 0-0. Brasil akhirnya berhasil menang 3-2 dan menyabet gelar ke-4-nya kala itu setelah tendangan penalti Roberto Baggio melayang di atas mistar gawang Claudio Taffarel.

Dan Euro menggenapi tahun 2012 dengan warna-warni. Saya jamin rela deh mereka yang suka sepak bola begadang demi melihat tim favoritnya. Bahkan bukan untuk tim favoritnya sekalipun. Masyarakat Indonesia adalah kumpulan manusia yang butuh hiburan. Dan Euro 2012 bisa dipastikan akan meramaikan hati-hati sepi masyarakat Indonesia. Kenapa?

Masyarakat di negeri ini terlalu sesak oleh aktifitas sehari-hari; jalan macet, kerjaan menumpuk, lingkungan yang rese, biaya hidup yang kian meninggi dan banyak lagi problematika hidup yang kian hari kian mencekam kita untuk bisa hidup secara wajar. Maka bisa jadi menonton sepak bola adalah obat penghibur (selain berbadah kepada Tuhan tentunya) untuk mengeliminir kesesakan yang kita rasakan tadi.

+++




Dulu, saya termasuk yang tidak percaya orang bisa fanatik sama sepak bola. Tapi setelah melihat langsung, pemahaman saya berubah. Waktu itu saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, saudara saya menangis melihat tim kesayangannya kalah dalam suatu laga final. Haha, lucu juga memang. Seorang lelaki bisa menangis soal sepak bola, saya kira hanya bisa menangisi wanitanya saja. Hehe.

Terlepas dari setuju atau tidaknya anda dengan argumen-argumen saya, tapi itulah sepak bola. Yang bisa jadi alat pemersatu bangsa di saat masa krisis seperti sekarang. Coba tengok Piala AFF tahun 2010. Mayoritas Masyarakat Indonesia melek tuh soal sepak bola. Saya juga jadi percaya bahwa sepak bola banyak mengajarkan kita soal fair play.

Ini yang saya paling salut. Fair play menundukkan ego kita ketika kalah dalam bertanding dan berbesar hati untuk bersalaman dengan lawan di akhir pertandingan.

+++

Sepak bola bisa jadi fanatik buta buat beberapa orang. Sehingga malah menjadikannya tidak fair play, sebuah nilai yang diagungkan dalam sepak bola. Dengan tidak menerima kekalahan misalnya atau bermain kasar. Yang paling sedih sih vandalisme yang berlebihan dari para supporter. Buntutnya gak akan jauh-jauh dari kerusuhan dan aksi pengrusakan.

Menurut saya fanatik sih boleh saja, asal jangan buta deh.



@taufik_hate
Juni 2012